[CERPEN] AYANO ARITA

02.57.00



Udara hangat menghantarkan awal bulan april. Bunga sakura tampak malu – malu mengayunkan bunganya, menarik orang untuk menikmati keindahannya. Dari kemarin sudah banyak sekali pengumuman yang mengatakan akan ada pesta hanami di Tokyo.
Hari itu tahun pertamaku berada di jepang, bisa juga disebut pengalaman pertamaku melihat bunga sakura bermekaran, Indah dan mengoda. Berwarna merah muda mengayun lembut. Membuat semua orang yang menatapnya terpesona, hingga tidak beranjak meninggalkannya.
Memasuki bulan april ini aura liburan dan kesenangan berkumpul dengan keluarga, teman maupun saudara sangat terasa. Semua serempak ingin menyambut pesta hanami. Pesta bunga sakura. Dijepang sebenarnya tidak hanya ada bunga sakura. Tapi semua orang juga tahu, jepang selalu identik dengan sakura.
Bagi warga jepang musim semi adalah awal dari kehidupan sosial, kehidupan yang penuh harapan indah. Bahkan tahun pelajaran baru disekolah dimulai awal april. Ada banyak festival bunga dimusim semi ini.
Bunga sakura memang bukan bunga resmi negara, tapi bunga sakura memiliki nilai sakral dalam budaya jepang, festival bunga hanami sudah dimulai sejak zaman heian, sekitar tahun 794. Tradisi itu menjadi acara ritual keagamaan di Jepang. Biasa diadakan upacara doa sebelum musim tanam, dengan harapan para petani mendapat sukses besar pada musim panen raya nanti.
Rekan se-labku mengajakku ikut bergabung dalam pesta taman yang akan diadakan dibawah pohon sakura, disalah satu taman kota di Tokyo.
“tidak usah mengadakan penelitian, lab akan tutup. Kita semua berencana menikmati sakura di taman” katanya menyeretku keluar lab. Aku mengikutinya karena semua orang keluar lab bahkan professor hanamoto juga ikut.
Kami menikmati sakura dengan berlesehan, sudah ada 2 orang yang menjaga tempat untuk kami, maklum saja taman ini sangat padat sekali. Kami ada ber 8,  Anggota labku ada 4 orang termasuk aku. Professor hanamoto datang bersama istrinya. Sedang pacar takagi datang bersama temannya.
Kami menikmati keindahan sakura yang  berjatuhan, indah sekali. Mereka membawa banyak sekali bekal makanan. Dan alhamdulilah mereka tidak lupa menyiapkan makanan halal untukku. Aku sangat senang mereka tahu aku tidak makan babi dan minum acohol.
 “kenalin ini temanku Ayano Arita” kata pacar takagi mengenalkan pada kami “dia baru datang dari Okinawa, dia akan kuliah disini. jadi aku mengajaknya ikut”
“kau cantik sekali” temanku sato yang juga asli jepang, sangat terpesona dengan gadis itu. Dia sibuk mencari muka didepannya. Dan teryata bukan sato saja, kawanku yang lain juga berebut mencari perhatiannya. Sedang aku, bunga sakura yang indah lebih membuatku terpesona.
“hallo” kataku menggakat nomer baru yang meneleponku.
 “apakah anda yang bernama ahmad saifuloh”  suara gadis berbahasa inggris beraksen jepang, terdengar dari seberang
“iya, maaf saya bicara dengan siapa?” tanyaku sopan, selama ini aku tidak kenal dengan gadis beraksen jepang seperti ini.
“saya Arita” katanya pelan “Ayano Arita, kita pernah bertemu di festival hanami, kemarin”
Aku mencoba mengingat siapa gadis itu, festival hanami “maaf temannya akiko, kekasih takagi” tanyaku
“iya, anda benar”
“maaf, saya yang agak lupa”
“tidak apa – apa, saya yang selalu ingat pada anda”
Aku terbelalak, bagaimana dia bisa selalu mengingatku, walau tidak memandangnya seksama. Aku bisa  tahu kalau dia gadis yang cantik, paling tidak sato dan yang lainnya sangat memujanya, kalau tidak cantik mana mau mereka “maksud anda”
“anda sangat sopan sekali, aku hanya ingin bertanya, karena selama beberapa hari ini sejak kemarin kita bertemu, aku sangat penasaran, bolehkan aku bertanya”
“silahkan”
“kenapa kau tidak mau bersalaman denganku, apa ada yang salah denganku”
Aku terseyum tipis sebelum menjawab, sudah sering aku mendengar pertanyaan ini sejak berada dijepang. “bukan begitu, maksudnya bukan dengan anda saja saya tidak mau bersalaman, tapi pada semuanya yang bukan mahrom”
 “mahrom” tanyanya, kemudian aku menjelaskan padanya, entah berapa lama kami akhirnya berdiskusi masalah ini.
Setelah itu, kami sering berhubungan awalnya lewat telepon, kemudian kami sering bertemu, dia satu universitas denganku di Tokyo university, walau beda jurusan. Aku mahasiswa S2 tehnik kimia, sedang dia mahasiswa S1 kedokteran.
Ayano Arita adalah gadis yang cerdas. Dia banyak bertanya padaku, mulai dari pengertian dasar islam, sampai pertanyaan yang harus membuatku memeras otak untuk menjawabnya.
Aku senang berdiskusi dengannya, dia adalah orang yang cerdas. Tapi rasa jengah dan tidak nyaman karena kedekatan dengan lawan jenis, walau itu bisa dimasukan area dakwah. saat aku sudah kenal dengan seorang akhwat, maka kusarankan dia belajar lebih lanjud pada akhwat yang merupakan istri ustads amir. Seorang ustads yang diundang kejepang untuk memimpin masjid yang baru berdiri disini.
Waktu berlalu, musim berganti, kesibukan dunia pendidikan, menyebabkanku terkurung hanya pada lab – masjid – dan apartemen. Aku sangat bersemangat sekali, untuk segera menyelesaikan pendidikan disini, dan segera kembali keindonesia. Melaksaanakan yang terbaik untuk agama dan bangsa.
 “antum apa ndak mau nikah” suatu  hari ustadz amir bicara padaku
“kalau ada jodoh yach, mau – mau saja” jawabku enteng
“kalau begitu? Mau  ana taraufkan  sama akhwat”
“insya alloh mau ustad” jawabku mantab. Sebenarnya sudah beberapa bulan ini aku memang berdoa semoga segera menemukan pendamping. Godaan iman disini sangat  besar sekali. Sebenarnya niatnya dulu setelah kembali keindonesia, tapi kalau ada akhwat yang sholeh disini, kenapa tidak.
“kalau begitu, besokkan minggu kerumah jam 10-an,  bisa?” Tanya ustdaz amir, aku menganguk mantab. Dalam hati membatin. “Alhamdulilah, besok bertepatan dengan perayaan  yang harus dihadiri profesorku, jadi lab libur”. Semua dimudahkan, aku optimis dia memang takdirku
 “Ayano Arita” kataku kaget, saat mengetahui akhwat yang mengantarkan minum adalah dia. Sudah menjadi ciri khas taarufan dengan akhwat adalah si akhwat akan  malu – malu mengeluarkan minuman. Sedang si ikhwan menunduk penasaran seraya bedoa semoga meja terbuat dari kaca.
Aku masih belum begitu sadar kalau dijodohkan dengan Ayano Arita. Bayanganku  dari kemarin adalah akhwat berjilbab lebar dari Indonesia, mungkin salah satu akhwat yang mendapatkan beasiswa dinegeri matahari ini. Tidak ada dalam bayanganku akan menikahi gadis dari negeri matahari ini. entahlah karena mereka sangat jauh diawang – awing kalau memimpikan menikah dengan gadis jepang atau karena aku cari aman, menikah dengan akhwat yang sudah sama – sama lama mengaji, adalah pilihan yang rasional dan terbaik menurutku.
“dia sudah masuk islam setahun yang lalu, dan rajin mengaji. Aku pikir untuk menguatkan agamanya dia butuh suami sepertimu”
“tapi ustadz”
“dia bisa jadi ladang dakwahmu ”
“tapi ustadz”
“sudah tidak usah ada tapi – tapian, istikharoh dulu saja” ustads amir nampaknya geram melihat penolakanku yang tidak beralasan
“baik ustadz” kataku hari pertama taruuf aku belum bisa memutuskan. Padahal sebelum berangkat tadi aku sudah mantab kalau agamanya bagus, aku akan langsung jawab iya. Siapapun dia. Masalahnya aku tidak pernah berfikir. Dia adalah wanita jepang. Bayanganku adalah gadis berjilbab putih dari belantara Indonesia, bahkan aku sudah membayangkan, apakah uang beasiswa kami cukup untuk hidup berdua, kalau tidak aku sudah mencoba mencari pekerjaan sambilan untuk menghidupinya. Bahkan sms sato rekan selabku untuk mencarikanku pekerjaan sambilan sudah kulakukan.
Aku ingin sekali bilang tidak, bayangan gadis Indonesia sholeha dengan jilbab panjanganya menari – nari dalam pikiranku. Tapi desain alloh yang lebih tahu yang terbaik bagi hambanya yang akhirnya mengantarkanku menaiki kereta api menuju Okinawa, bersama ustads umar. Untuk menemui keluarga ayano arita.
 “keluarga saya tidak ada masalah dengan keislaman saya. Mereka cenderung cuek pada agama” kata ayano arita menjelaskan padaku. Walau sudah menyakinkan tidak ada masalah dengan keluarganya, aku sendiri memilih membaca buku tentang kebiasaan – kebiasaan orang jepang, khususnya orang Okinawa.
Banyak pikiran konyol muncul, kalau datang melamar gadis Indonesia sih. Mungkin aku sudah bisa, maksudnya beberapa kali, aku mengantarkan sahabatku menemui calon mertuanya. Lah ini mertuaku orang jepang yang aku kenal sangat cuek dan dingin. Dalam perjalanan ke Okinawa dengan kereta yang ada dipikiranku hanya, orang Madura punya celurit orang jepang punya samurai. Dan samurai lebih panjang dan tajam.
“apa? Kau mau menikahi anakku” ayah ayano yang tadi terlihat cuek, mulai menampakan sikapnya. Ustadz amir sudah berpesan dia hanya akan menjadi pengantar, semua urusan perinjian, meminta anak orang, harus aku lakukan sendiri. Mungkin ustads gemas melihat pikiranku yang hiperbola.
 “iya, pak” jawabku singkat, mataku menatap panjangan dua samurai yang digantung dinding ruang tamu keluarga ini.
“kamu yakin?”
“insya alloh sangat yakin pak” jawabku masih menatap samurai. Aku kira orang jepang mungkin mirip orang Madura atau batak yang berwatak keras. Padahal yang aku tahu, mereka kelihatanya tidak kejam dibuku yang kubaca kemarin.
“apa itu insya alloh”
“kalau tuhan menghendaki pak”
“ohh” katanya mangut – mangut. “kenapa tidak tingal bersama dulu”
Aku kenget dan bingung dengan maksudnya “maksud bapak?”
“kaliankan baru saja kenal, masak mau menikah”
Aku terdiam sejenak, bingung mau berkata apa. Tidak pernah terlintas dalam bayanganku dan selama ini aku tidak pernah melihat. Ada ayah yang anaknya dilamar mereka malah bilang lebih baik zinai saja anakku. “Well helloh ini dijepang. ….ini jepang” Teriakku dalam hati.
“agama kami yang akan mendekatkan ayah” kata ayano dari dalam, mukaku semakin merah padam, dia mendengar kegugupanku dari tadi.
“yach terserah kalian saja, kenapa juga pakai ijinku segala” kata ayah ayano sekarang aku sudah berani menatapnya. sebelum aku sempat menjawab pertanyaannya. Ayah ayano sudah berkata “aku tahu, karena agamu jugakan, seperti apa sih agamamu itu” aku terseyum mendegarkanya, dari bertanya biasanya hidayah itu datang.
“dia sudah muslim bu” kataku mengabarkan rencana pernikahanku pada keluarga di Indonesia. Aku pikir tidak akan ada masalah, karena sudah lama ibu menginginkan aku menikah, ratusakn kali hinga aku kadang bosan ditanya kapan menikah.
“kenapa tidak cari gadis muslimah disini saja. Dulu temenmu juga banyak yang cewek baik – baik”
“emangnya dia nggak baik bu?”
“mana ibu tahu, orang jepang kok” kata ibu sewot
“insya alloh baik kok bu, namanya juga jodohnya mau gimana lagi” kataku menghibur ibu, padahal aku juga kalau ada pilihan lain mending dengan gadis sholeha dari Indonesia.
“terserah kamu saja wes, kapan nikahnya”
“segera bu, setelah semua surat – surat dan birokrasi beres”
“jangan ”
“kenapa bu?”
“ibu tidak merestui, sebelum kamu kirim foto calon mantu ibu. Masak mantu sendiri ibu nggak tahu yang mana?”
Aku hanya mengiyakan saja, istri ustadz nur yang meminta fotonya dan mengirimkannya untuk ibu.
Setelah melihat fotonya ibu jadi sangat girang.”cantik sekali, kayak bidadari, sudah kamu segera menikah saja”
Cantik aku bingung dengan makna ini, jujur aku belum tahu seperti apa calon istriku ini. Dan  aku tidak benar – benar melihatnya, pertama aku disibukan dengan pikiranku. Bersamanya atau tidak. Lalu dilanjutkan dengan apakah kami berjodoh atau tidak.
“segera menikah saja, anakmu perbaikan keturuan, wah cucu ibu nanti pasti cantik dan ganteng seperti ibunya” kata ibu sangat  bersemangat, kini beliau sangat setuju.
Aku terdiam,  hanya satu yang aku yakini untuk terus melangkah. Aku berdoa semoga ini yang terbaik, bila dia bukan jodohku, aku yakin alloh akan mengagalkan dengan caraNYA.
 Hari ini usia pernikahan kami memasuki tahun kelima, tidak ada perbedaan menikah dengan orang Indonesia atu jepang. Semua sama dalam lingkup ketaatan kepada alloh.  Kami masih berada dijepang, banyak amanah disini. aku sudah bekerja disalah satu perusahan dijepang, sedang istriku sedang meraih spesialisnya. Kami sudah memiliki  2 orang buah hati yang luar biasa. Setiap tahun kami kembali ke Indonesia, karena istriku sangat suka berlebaran di Indonesia.
(Tokyo, 2009)

You Might Also Like

0 fans bilang

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe